Governance (Reformasi Pengadaan)

Share
BIDANG TATA KELOLA PEMERINTAHAN:
Reformasi & Modernisasi Pengadaan

Proses Pengembangan Program
Pre Appraisal
Tidak dapat dimungkiri bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah (PB/JP) merupakan lahan subur terjadinya korupsi. Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi, sekitar 80% kasus yang mereka tangani merupakan kasus dalam PB/JP. Salah satu upaya untuk mencegah korupsi di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah adalah dengan diterbitkannya Peraturan Presiden no. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah oleh Lembaga kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dalam pasal 111 Perpres no 54 tahun 2010 mengatur pembentukan LPSE untuk memfasilitasi Unit Layanan Pengadaan (ULP) dalam melaksanakan PB/JP.
Untuk tahun 2011, sedikitnya 23.409 paket dengan total pagu lebih dari 50 triliun berhasil dilelang menggunakan layanan E-Procurement. Dengan jumlah penyedia yang terdaftar hingga saat ini sebanyak 175.380 pelaku usaha di seluruh Indonesia. Efisiensi anggaran negara yang dihasilkan pada tahun ini sekitar 4 triliun atau sekitar 12%. Efisiensi ini mencerminkan tingkat perencanaan yang baik dan realistis.

Atas dasar hal ini, melalui sebuah kajian mendalam terhadap kebutuhan upaya percepatan penguatan fungsi dan tugasnya, LKPP kemudian berusaha melakukan kajian kritis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam memenuhi kebutuhannya. Melalui diskusi internal dan mengundang pula mitra kerja pemerintah (dalam hal ini BUMN yang dinilai mempunyai kapasitas dan kredibilitas kelembagaan yang mumpuni dalam mengikuti proses pelelangan seperti PT. ADHI KARYA, PT. PP dan semacamnya), diperolehlah enam komponen yang dianggap akan mampu mendorong upaya percepatan penguatan fungsi dan tugas LKPP di dalam pemerintahan yaitu;




a.       Melakukan integrasi proses perencanaan pengadaan dan pembiayaan (integration of Procurement Planning and Budgeting);

b.       Melakukan pengembangan sistem pengadaan secara elektronik (development of a e-Procurement) yang berfokus pada E-catalog dan framework contract;

c.       Mengembangkan jaringan proses pembelajaran Pengadaan secara elektronik dan mengadakan program-program kekhususan Pengadaan (Degree Program and Development of Procurement e-Learning & Teaching Network)

d.       Menyiapkan/mengembangkan program kemitraan sektor publik dan swasta (public private partnership concession)

e.       Melakukan Pengadaan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan peduli sosial (socially and environment sustainable procurement), dan;

f.        Mengembangkan dan Melakukan piloting pembentukan Unit Layanan Pengadaan yang komprehensif  (establishment of Pilot Comprehensive Procurement Unit).
Enam kerangka pembentuk program modernisasi pengadaan ini yang kemudian diusulkan kepada pihak MCC untuk dilakukan uji kepatutan atas program. 

Di Bulan Mei 2011, guna lebih mendetailkan dan melihat bagaimana enam komponen ini memiliki tingkat signifikansi terhadap upaya percepatan penguatan LKPP, MCC mengirimkan konsultannya yang bertugas untuk mengidentifikasi dan memberikan penyesuaian kepada MCC atas kelayakan masing-masing komponen. Hasil Identifikasi dari keenam komponen tersebut kemudian menghasilkan beberapa hal yang dapat dilihat pada tabel berikut:




Post Appraisal
Enam komponen yang telah diusulkan oleh LKPP sebagai komponen pembentuk program modernisasi pengadaan pada akhirnya menemui kendala pada pertanyaan mendasar menyangkut Economic Rate of Return (ERR); yaitu sejauh mana implementasi dari program yang telah ada sebelumnya mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perekonomian negara.

Proses penerimaan MCC terhadap 6 (enam) komponen yang diusulkan kemudian, melalui proses diskusi yang panjang dan dalam rangka mencari titik temu yang paling kompromistis antara lembaga pengusul (LKPP) dengan pihak pendonor (MCC), dalam tahapan Appraisal kemudian diperolehlah beberapa kesepakatan bahwa;

a.       Program Modernisasi Pengadaan merupakan program yang harus dilaksanakan di Indonesia dalam rangka melakukan reformasi tata kelola pemerintahan yang baik dan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif melalui efisiensi anggaran belanja negara.

b.       Perlu dilakukan unifikasi dan penelaahan kembali komponen-komponen tersebut, apakah harus dilakukan seperti schema yang diajukan LKPP atau dilakukan modifikasi komponen yang ide dasarnya tidak jauh-jauh dari keenam komponen yang diajukan LKPP dengan tujuan mampu menjawab pertanyaan utama yang kerap ditanyakan oleh tim Ekonom MCC terkait hibah yang akan mereka berikan; apakah investasi tersebut aman dan secara perhitungan ERR memberikan dampak yang nyata dan lebih dari investasi yang ditanamkan.

Melalui proses diskusi yang panjang antara MCC dan LKPP kemudian diperolehlah schema baru dari program modernisasi pengadaan, di mana di dalam program ini nantinya tidak akan dibangun oleh 4 (empat) komponen pokok, melainkan hanya 2 (dua) komponen pokok, di mana 6 (enam) komponen yang diusulkan di awal akan dimodifikasi dan dimasukkan dalam dua komponen tersebut. Komponen tersebut adalah terdiri dari 2 (dua) aktivitas utama yaitu 1) Aktivitas Profesionalisasi Pengadaan dan 2) Aktivitas Kebijakan dan Prosedur Pengadaan.

Melalui penyederhanaan komponen pembentuk program modernisasi pengadaan ini diharapkan kegiatan modernisasi pengadaan secara nasional kedepannya akan mampu membuka ruang kesempatan bagi publik dan sektor swasta untuk lebih berkembang dengan dinamis dan membawa dampak nyata bagi upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia melalui peningkatan laju pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Detail dari program yang telah disepakati ini yang akan secara ringkas diulas dalam bagian lain sub bab pembahasan program Compact di bidang Modernisasi Pengadaan berikut.

Latar Belakang dan Alasan Pemilihan Program
Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan komponen fundamental dari tata kelola pemerintahan yang baik. Pengadaan barang dan  jasa pemerintah memilki tujuan antara lain adalah memperoleh  barang dan/ atau jasa dengan harga yang dapat dipertanggung jawabkan dengan jumlah dan mutu sesuai, serta pada waktunya.
  
Seiring reformasi yang bergulir di Indonesia, muncul harapan agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien, mengutamakan penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka, dan berlaku adil bagi semua pihak. Selain lingkup dan cakupan pengadaan barang/jasa pemerintah yang luas, bersifat lintas institusi dan lintas sektor, juga berdampak langsung bagi pengembangan usaha kecil, peningkatan produksi dalam negeri, dan pengembangan iklim dan dunia usaha pada umumnya.

Pada praktiknya pengaturan mengenai tata cara atau pedoman dasar melakukan pengadaan barang dan/ jasa pemerintah sering kali tidak dilakukan sesuai prosedur oleh para penyedia barang dan jasa dan juga pengguna barang dan jasa, yang akibatnya banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di Indonesia, nilai anggaran yang  dikeluarkan oleh Pemerintah untuk bidang pengadaan barang dan jasa merupakan jumlah  yang paling tinggi. Sebagai gambaran, blok penggunaan APBN tahun 2002 untuk pengadaan barang  dan jasa mencapai Rp.159 Triliun. Angka tersebut belum termasuk dana yang dikelola oleh  BUMN, Kontraktor kemitraan, dan belum termasuk anggaran Pemerintah daerah. Dengan mengacu pada hasil penelitian terbaru yang dilakukan Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK) – 40% dari nilai pengadaan yang dilakukan pemerintah hilang karena penipuan dan penyalahgunaan, merujuk data APBN 2002, itu setara dengan Rp. 63,5 triliun hilang begitu saja dan hanya dinikmati oleh segelintir orang.

Dengan melihat angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2002 yang meningkat sebesar 3,66% dibandingkan pada tahun 2001, di mana sektor konsumsi dari pemerintah menyumbang 12,79% dari laju pertumbuhan ekonomi 2002, maka jika 40% APBN tidak hilang begitu saja, angka sumbangan sektor konsumsi pemerintah akan naik cukup signifikans, yaitu mencapai 17,5%. Kenaikan sumbangan sektor konsumsi pemerintah pastinya akan memberi pengaruh yang signifikans juga pada laju pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Pemerintah menyadari permasalahan ini. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, Pemerintah telah melakukan reformasi nyata guna memperbarui  praktik  pengadaan.  Salah satu bukti keseriusan pemerintah adalah Pembentukan Lembaga  Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).  Peran penting LKPP, terutama dalam pelaksanaan belanja negara, diharapkan dapat berlaku seperti kehadiran lembaga-lembaga serupa di berbagai negara  seperti Office of Federal Procurement Policy (OFPP) di Amerika Serikat, Office of Government Commerce (OGC) di Inggris, Government Procurement Policy Board (GPPB) di Filipina, Public Procurement Policy Office (PPPO) di Polandia, dan Public Procurement Service (PPS) di Korea Selatan.

Sejak pembentukannya di tahun 2007, LKPP telah memberikan kontribusi positif terhadap mekanisme pengadaan di Indonesia. Dalam hal regulasi, LKPP ikut serta dalam upayanya merumuskan dan mendorong disahkannya Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Perpres 54/2010 tersebut telah memuat kerangka peraturan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, integritas keterbukaan, dan akuntabilitas. 

Dalam hal penyiapan suprastruktur pendukung upaya modernisasi sistem pengadaan nasional,  LKPP telah melakukan pengembangan sistem e-procurement yang dirancang untuk meningkatkan transparansi dan mempromosikan persaingan yang lebih besar dalam pengadaan. Sinyalemen positif atas konsistensi LKPP dapat dilihat dari banyaknya dukungan dari beberapa donor untuk upaya penguatan kelembagaan, di antaranya;

a.       Program Threshold MCC  membantu untuk membangun sistem e-procurement dan percontohan di empat provinsi. 

b.       AusAid telah mendanai program bantuan teknis (Indonesia Strengthening Public Procurement Program/ISP3) sejak tahun 2008 untuk memperkuat pengadaan publik di tingkat nasional dan di provinsi dan kabupaten yang ditargetkan. ISP3 telah membantu LKPP menentukan strategi untuk mengembangkan tenaga kerja pengadaan yang kompeten. 

c.       Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia juga telah menyediakan berbagai program pendukung teknis termasuk peluang pelatihan bagi staf LKPP dan bantuan teknis untuk mengembangkan dokumen tender standar. 

d.       ADB juga telah memberikan Technical Assistance untuk mendukung penyusunan hukum pengadaan yang baru.

Upaya LKPP memodernisasi dan mengintegrasikan sistem pengadaan secara nasional masih terlalu dini untuk dikatakan berhasil. Pekerjaan rumah LKPP masih banyak. Salah satunya adalah Perpres 54 tahun 2010 yang mengamanatkan terbentuknya Unit Layanan Pengadaan (ULP) di setiap lembaga pemerintahan paling lambat tahun 2014. Hal ini memerlukan sebuah upaya yang integratif, sistemik dan multifaset, di mana komponen-komponen pembentuk kesatuan fungsional dalam modernisasi pengadaan harus dirancang sedemikian rupa. Dengan demikian,  integrasi komponen yang dibangun pada akhirnya menjadi komponen utuh pendukung modernisasi pengadaan secara nasional.

Dari hasil pemetaan  permasalahan dan tabulasi kebutuhan di masa mendatang, hal yang segera perlu diupayakan untuk penguatan fungsi dan tugas LKPP di antaranya adalah; 1) masalah modernisasi sistem pengadaan, 2) pengembangan kapasitas kelembagaan, dan 3) reformasi kebijakan yang di dalamnya memuat gender issues.


Tujuan Program
 Goal  Program
Tata Kelola Pemerintahan yang baik melalui Akselerasi Reformasi Transformasi Sistem Operasionalisasi dan Mengembangkan Kebijakan yang sustainable dalam rangka percepatan peningkatan dan penguatan  kelembagaan LKPP sebagai lembaga pengatur kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

  Objective Program
Mewujudkan aturan pengadaan yang jelas, sistem monitoring dan evaluasi yang andal, sumber daya manusia yang profesional, dan kepastian hukum pengadaan barang/ jasa pemerintah. Dalam rangka efisiensi dan penghematan atas pengeluaran belanja barang dan jasa pemerintah, dengan tetap menjamin kualitas serta mencapai pelayanan publik seperti  yang direncanakan.

   Outcome Program
Semakin Meningkatnya Kualitas Pelayanan serta Fungsi LKPP sebagai Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 

Munculnya dukungan terhadap upaya pengembangan kebijakan dan prosedur pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang akan meningkatkan kualitas hasil pengadaan.

Output Program
1.       Pengembangan Struktur Institusi  (Terbentuknya Unit Layanan Pengadaan yang Komprehensif)
2.       Meningkatnya Kapasitas Profesional  (Tenaga Ahli di Bidang Pengadaan) di Unit Layanan Pengadaan –Kabupaten/Kota.
3.       Terciptanya Pengadaan yang Kompetitive melalui Kerja sama Pemerintah Swasta (KPS);
4.       Terciptanya Prosedur dari Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang berkelanjutan (sustainable procurement).