Kesehatan

Share
   BIDANG KESEHATAN: Prevalensi Stunting melalui Program Kesehatan dan Nutrisi berbasis Masyarakat  

Proses Pengembangan Kesehatan


Pra Appraisal
Pemilihan lokasi Geografis : Stunting anak  terjadi proporsional antara anak-anak yang tinggal di daerah perdesaan Indonesia. Kelompok kerja atau working group  MCC-BAPPENAS  telah bekerja menciptakan kriteria untuk memilih daerah percontohan  potensial. Pemilihan dilakukan berdasarkan indeks agregat prosentase stunting  masa kanak-kanak, pendaftaran status sosial ekonomi (PSE),  persentase anak-anak penderita diare, persentase rumah tangga dengan akses air minum yang aman, dan persentase rumah tangga dengan sanitasi memadai  (Sumber:RISKESDAS 2007).  Provinsi yang dipilih sementara untuk rencana proyek yang diusulkan dalam  program MCC adalah  Jawa Barat, NTT, NTB, dan Sulawesi Barat.

Pemilihan lokasi berdasarkan kriteria sebagai berikut:
-          Provinsi dengan tingkat stunting tinggi
-          Merupakan provinsi yang didampingi oleh program PNPM Generasi, lembaga yang membantu menyalurkan block grant kepada masyarakat.

Dari dua kriteria tersebut, akhirnya berdasarkan kesepakatan Steering Committee ditentukan lokasi target adalah di  25 kabupaten di 4 provinsi (Jabar, Sulbar, NTB, NTT) untuk seluruh kecamatan. Kecamatan  yang telah ada PNPM Generasi akan dijadikan kegiatan awal yang selanjutnya akan direplikasi pada kecamatan non-PNPM Generasi. Biayanya akan dibebankan pada Rupiah murni pada tahun ke-3 sebagai inisiatif baru (new initiative)  oleh Kemenkes.

Post – Appraisal

Adanya Appraisal  pada hari senin  tanggal 25 juli 2011 di hotel JW Marriot dalam kaitannya memperluas cakupan wilayah  dihasilkan  kesepakatan penambahan 2  Provinsi baru  bagi Program prevalensi Stunting melalui Program Kesehatan  dan Nutrisi berbasis Masyarakat   yaitu Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Gorontalo.  Nama kabupaten dan Kecamatan akan ditentukan Kemudian.




 Latar Belakang dan Alasan Pemilihan Program
Arti Stunting adalah Badan Anak yang tidak dapat tumbuh dengan baik, atau terhambat, sehingga mereka bertubuh pendek di banding dengan tinggi yang seharusnya mereka capai pada usia tersebut  yang  terjadi akibat kekurangan makanan bergizi sejak masih dalam kandungan, terutama protein.

Menurut Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta jiwa atau sebesar 13,33 persen dari jumlah penduduk. Angka kemiskinan tersebut sangat terkait erat dengan derajat kesehatan masyarakat, yang di antaranya ditunjukkan dengan kekurangan gizi di kalangan anak balita.
Meskipun kekurangan gizi anak balita di Indonesia secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan menurun, gizi buruk dan kekurangan gizi kronis masih merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian serius di beberapa provinsi. Berbeda dengan kekurangan gizi buruk biasa, kekurangan gizi kronis dapat berakibat fatal bagi pertumbuhan. Kekurangan gizi kronis memiliki dampak berat: pertumbuhan terhambat. Salah satu konsekuensi yang dihasilkan adalah stunting atau tubuh pendek/kerdil.  Hal ini juga dapat berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan yang abnormal secara mental, yang berarti pula rendahnya kualitas sumber daya manusia pada umumnya. Pada tahun 2007 sejumlah 36,8 persen dari seluruh populasi anak balita di Indonesia secara fisik kerdil. 

Gizi buruk kronis dapat terjadi sejak periode kehamilan, di bawah dua tahun, dan bahkan sampai menuju dewasa hingga usia 15 tahun. Rendahnya gizi yang dikonsumsi ibu pada masa kehamilan dan menyusui sangat menentukan kondisi kecukupan gizi anak. Asupan gizi yang rendah bagi anak balita dan sanitasi lingkungan yang buruk sangat berpengaruh pada kondisi gizi anak yang bersangkutan, yang selanjutnya sangat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan mentalnya. Usia balita, khususnya di bawah 2 tahun, adalah masa pembentukan fisik dan mental anak yang sangat penting untuk pertumbuhan selanjutnya.

Kekurangan gizi tidak hanya ditentukan oleh ketersedian makanan yang bergizi, melainkan juga ditentukan oleh perilaku dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat berkaitan dengan pola konsumsi makanan yang bergizi serta kepeduliannya terhadap kebersihan lingkungan. Dari total jumlah penduduk, sebagian besar memiliki akses rendah terhadap palayanan dasar sanitasi  dan pelayanan sosial  dasar lainnya. Kondisi rendahnya pelayanan tersebut diperburuk dengan pola hidup masyarakat yang tidak sehat. Berbagai faktor tersebut pada gilirannya berdampak serius pada kurangnya gizi.

Menurut Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2007 (Riskesdas, 2007), 16,7 persen anak-anak Indonesia usia 0-4 menderita diare, dan morbiditas kematian ibu mencapai 2,28 per 1.000 kelahiran. Kondisi seperti ini, selain dapat mengakibatkan korban meninggal, juga dapat menyebabkan hilangnya gizi dan energi yang dimiliki bayi. Selama masa kehilangan gizi dan energi dapat mengakibatkan pertumbuhan yang tidak baik dan mengakibatkan stunting. Di Indonesia, mendapatkan akses air bersih dan akses terhadap jamban masih sulit bagi sebagian orang, khususnya perempuan dan anak-anak, sehingga menyebabkan pola hidup tidak bersih dan tidak sehat, seperti membuang air besar di sembarang tempat. Sebagian diare disebabkan kondisi seperti ini.


Dengan demikian, mengatasi masalah stunting sebagai salah satu parameter yang penting dalam meningkatkan derajat kesehatan harus dilakukan melalui dua sisi. Di satu sisi adalah pemberdayaan masyarakat, khususnya terkait peningkatan gizi, kesehatan ibu dan anak, perilaku hidup sehat dan bersih, serta peningkatan peranan seluruh unit layanan kesehatan masyarakat (puskesmas, puskesmas pembantu/pustu, polindes, PKK).  Di sisi lain,  perubahan kebiasaan atau perilaku yang menjadi faktor penting dalam mengatasi stunting.




 Tujuan Program    
Goal  Program
Goal dari program ini adalah Mengurangi dan Mencegah berat lahir rendah dan pengerdilan  juga kurang Gizi masa Kanak-kanak, yang  melalui kegiatan penambahan  protein bagi ibu hamil dan balita. Terutama berupa pemberian micronutrient, bantuan teknis  dan penyadaran perubahan perilaku hidup bersih sehat (PHBS)


Objective Program
Sedangkan secara khusus proyek ini bertujuan untuk :
1.          Mengurangi kekurangan gizi kronis (yang berhubungan dengan stunting) sebesar 5% pada anak antara di bawah usia lima tahun dari baseline hasil asesmen  pada tahun 2016 di daerah target;

2.          Mengurangi  kejadian diare sebesar 10% dari baseline hasil asesmen  pada tahun 2016 di daerah target;


3.          Penurunan kehamilan remaja sebesar 15% dari asesmen cepat   pada periode 5  (lima) tahun (Age Specific Fertility Rate –atau ASFR, usia 15-19 tahun dan median usia perkawinan pertama).

Outcome Program

Hasil yang diharapkan dari program ini adalah :
1.       Pengurangan angka stunting sebesar 5%, pengurangan tingkat kemiskinan sebesar 30% dari data dasar di daerah sasaran;

2.       Peningkatan akses ke Sanitasi Total Berbasis Masyarakat  (STBM) yang dapat mengurangi pengerdilan sebesar 5%, pengurangan kejadian diare sebesar 10%, dan pengurangan tingkat kemiskinan sebesar 30% dari data dasar di daerah sasaran.

3.       Peningkatan  kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi dapat berpengaruh pada 7.000 desa di seluruh wilayah proyek yang memperoleh status buang air besar di tempat terbuka (open defecation free/ODF).

4.       Pengarusutamaan  perilaku hidup bersih  sehat (PHBS)  yang dapat berpengaruh pada  100%  masyarakat di wilayah proyek agar mengadopsi PHBS, di tinggal orang tua sehat, bugar dan produktif, dan pengurangan diare sebesar 10% dari baseline data, serta  peningkatan  konsumsi makanan lebih bervariasi;

5.       Peningkatan kapasitas masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan dan gizi yang dapat meningkatkan Total Fertility Rate (TFR) hingga 10%, dan mengurangi tingkat kemiskinan dasar  sebesar 30% di daerah sasaran.

6.       Pelayanan sosial yang lebih inklusif dengan prinsip keadilan yang dapat menghasilkan harmonisasi program bantuan langsung kepada masyarakat  (BLM) melalui anggaran dana desa (ADD), untuk mencapai MDGs kesehatan pada  60%  desa-desa di daerah sasaran. 






Output Program
Melalui proyek ini diharapkan dapat dihasilkan berbagai kondisi di daerah-daerah sasaran sebagai berikut:

-             Meningkatnya gizi ibu dan menurunnya kejadian kelahiran  bayi dengan berat badan di bawah 2500 gram;

-             Meningkatnya jumlah bayi 0-6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif;
-             Meningkatnya pemahaman dan penerapan praktik menyusui dan penyapihan di kalangan ibu-ibu dari anak 7-24 bulan;

-             Meningkatnya kondisi sanitasi dan perilaku hidup bersih  sehat;
-             Terciptanya kesepakatan antara masyarakat dan unit-unit layanan kesehatan (Puskesmas, Puskesmas pembantu, Polindes, dsb.) dalam pencegahan stunting pada anak-anak usia 2 tahun ke bawah.